Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

PAUD Istiqomah Sambas Kunjungi Kantor Pemadam Kebakaran

PURBALINGGA – Seratusan siswa PAUD Istiqomah Sambas mengunjungi Kantor Pemadam Kebakaran, kemarin. Mereka ingin belajar bersama tentang cara memadamkan api dengan alat pemadam api ringan dan alat tradisional. Para siswa PAUD itu juga dikenalkan manfaat api dan bahayanya bagi manusia.
Komandan Kantor Pemadam Kebakaran Kabupaten Purbalingga, Supriyanto dan sejumlah petugas lainnya dengan cukup semangat mengenalkan asal muasal api, sumber-sumber api, dan cara-cara memadamkan api dengan alat sederhana.
Meski nampak takut, para siswa PAUD itu memberanikan diri mencoba menjinakkan api. Selain memadamkan api dengan karung basah, mereka juga diberi kesempatan mencoba memadamkan api dengan selang. “Para siswa juga diajak berkeliling kota menaiki
kendaraan pemadam kebakaran. Selain mengetahui bahaya dan manfaat api serta cara memadamkannya, para siswa juga mengenal bagaimana pentingnya tugas seorang pemadam kebakaran itu,” tutur Dita Utami S Sos, penanggungjawab kegiatan dari PAUD Istiqomah Sambas.

Generasi Muda Anti Narkoba


Jakarta--Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dit. Belmawa Ditjen Dikti Kemdikbud)  bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar talkshow Interaktif melalui media konvensional bagi Kalangan Mahasiswa di tingkat pusat (05/04/12). 
Acara tersebut dibuka oleh Kepala Subdirektorat Kemahasiswaan Dit. Belmawa Ditjen Dikti Kemdikbud Widyo Winarso. Widyo memberikan pengantar materi terkait pengembangan pendidikan karakter, mulai dari peningkatan pengetahuan mengenai bahaya narkoba, meningkatkan kecerdasaan dan mampu bersosialisasi dengan masyarakat untuk mengetahui perkembangan kehidupan dan pengetahuan. Widyo berharap generasi muda, khususnya mahasiswa tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan data BNN, pada tahun 2010 prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai 3,8 juta orang atau sebesar 2,21% dari jumlah penduduk Indonesia. Diprediksi angka tersebut akan meningkat hingga 5,1 juta orang atau 2,8% pada tahun 2015, apabila tidak melakukan upaya penanggulangan (pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi) yang komprehensif. Inilah mengapa setiap daerah wajib melakukan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).“seorang pecandu atau penyalahguna narkoba bukan pelaku kejahatan, mereka tidak akan ditahan tetapi harus diterapi rehabilitas” ungkap salah seorang pembicara dari BNN A. Manau.
Narkoba adalah bahan atau zat aktif yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologis (pikiran, perasaan dan perilaku) seseorang. Efek penggunaan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun psikologis. Deteksi awal pada seseorang yang menggunakan narkoba, sangat sulit. Harus dilakukan penelitian secara cermat karena setiap zat memberikan gejala yang berbeda. 
Pada pengguna narkoba, terjadi perubahan fisik dan perilaku, kebutuhan uang meningkat tanpa kejelasan, penurunan prestasi akademis, perubahan teman bermain. Inilah mengapa perlu diadakan tes laboratorium untuk lebih memastikan. Menghadapi orang yang diduga menggunakan narkoba, tidak bisa sendiri. Hadapilah dengan tenang, jangan menghakimi, beri contoh yang masuk akal, bersikap empati bukan simpati, yakin bahwa anda dapat membantu, tidak mengintrogasi, mendengarkan dengan aktif, ajak orang tua berpartisipasi aktif dan selalu waspada bila ada sikap yang bersifat manipulatif.
Hasil yang diharapkan dari talkshow interaktif ini adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman para mahasiswa mengenai bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Selain itu, diharapkan kepedulian dan kewaspadaan mahasiswa terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba juga meningkat. Mahasiswa juga diharap bersikap tegas menolak segala bentuk penyalahgunaan narkoba. Efek yang lebih baik lagi adalah meningkatnya kesadaran mahasiswa untuk turut aktif berpatisipasi dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba dan menjadi fasilitator sekaligus konselor teman sebaya.

Sumber: http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2800:layanan-informasi&catid=143:berita-harian

Beranda Berita Profil Visi dan Misi Struktur Organisasi Galeri Sitemap Dirjen PAUDNI Buka Sosialisasi Kerja Sama Program PAUDNI

Lagu Gundul-Gundul Pacul tiba-tiba mengalun di ruangan Alamanda Hotel Aryaduta. Begitu cara Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr Lydia Freyani Hawadi, Psi, mengawali sambutan pada Sosialisasi Kerja Sama Program Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) di Makassar, Rabu (7/3).
Menurut Lydia, lagu Gundul-Gundul Pacul memiliki makna yang cukup dalam. Melalui lagu itu, Lydia mengajak para peserta untuk menjunjung amanah.
“Sebagai seorang pemimpin kita harus menjalankan amanah sebaik-baiknya dengan memperhatikan nasib rakyat, bersedia mendengarkan nasehat, mampu “mencium” segala sesuatu yang baik, dan bersikap adil,” ujarnya.
Pada sambutan itu, Lydia juga memaparkan kerja sama antara Kemdikbud dengan TNI dalam mengembangkan pendidikan anak usia dini (PAUD) di pulau-pulau terluar. “Kami telah membuat kesepakatan dengan TNI untuk mengelola PAUD di 15 titik di Indonesia. Khususnya di pulau-pulau terluar,” kata Lydia.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia itu menyatakan kerja sama tersebut dibutuhkan untuk memberikan akses PAUD hingga ke daerah-daerah pedesaan.
“Anak-anak di perkotaan lebih mudah mendapatkan buku-buku berkualitas. Bahkan bisa mengakses bahan ajar melalui internet. Sedangkan mereka yang berada di pedesaan tidak bisa mendapatkannya. Ini yang harus kita perhatikan,” kata Lydia.
Kepada mereka yang terlibat PAUD, Lydia juga menyarankan agar mengadakan taman bacaan masyarakat yang menyediakan buku-buku penuh gambar dan sesuai dengan kebutuhan anak usia dini.
Sosialisasi kerja sama
Sosialisasi Kerja Sama Program PAUDNI diselenggarakan oleh Sekretariat Ditjen PAUDNI. Tujuan kegiatan ini adalah menyebarluaskan informasi tentang kerja sama program di bidang PAUDNI yang kemudian dapat ditindaklanjuti di daerah.
Kerja sama yang disosialisasikan adalah kerja sama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kemeterian Komunikasi dan Informatika, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, TNI, dan Kementerian Kehutanan.
Para peserta yang hadir berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi se-Indonesia, organisasi mitra PAUDNI, Badan Perencanaan Daerah Provinsi se-Indonesia, dan unit pelaksana teknis di lingkungan Ditjen PAUDNI. (Rusdy Embas/DinJ/BPPNFI Reg.V)

Sumber: http://www.paudni.kemdikbud.go.id/dirjen-paudni-buka-sosialisasi-kerja-sama-program-paud/

Peranan Pendidikan Non Formal dalam Pendidikan Anak Usia Dini

 Pengertian Pendidikan Non Formal
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sistem dari supra sistem pembangunan nasional, memiliki tiga subsistem pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal disebut juga pendidikan sekolah sedangkan pendidikan nonformal dan informal tercakup ke dalam pendidikan luar sekolah.
Menurut pengertian Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 12 “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang  sedangkan ayat 13 menyatakan “Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan .
Coombs (Trisnamansyah, 2003: 19) mendefinisikan nonformal education sebagai setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang mapan baik dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari kegiatan yang lebih besar, dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya.
Sudjana (2001: 63) pendidikan luar sekolah telah hadir di dunia ini sama tuanya dengan kehadiran manusia yang berinteraksi dengan lingkungan di muka bumi ini dimana situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di dalam kehidupan masyarakat. Pada waktu permulaan kehadirannya, pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung dalam keluarga dimana terjadi interaksi di dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini.
Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok-kelompok yang terdiri dari keluarga-keluarga mengadopsi pola transmisi tersebut ke dalam kehidupan kelompok seperti keterampilan bercocok tanam. Kegiatan belajar-membelajarkan tersebut yang dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun itulah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi akar pertumbuhan pendidikan luar sekolah.
Sejak awal kehadirannya di dunia ini, pendidikan luar sekolah telah berakar pada tradisi dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat yang mendorong penduduk untuk belajar, berusaha, dan bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang dianut oleh masyarakat tersebut. Hal ini biasanya terdapat dalam pepatah dan nasehat para orang tua yang intinya mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, berusaha, dan bekerjasama dalam masyarakat.
Asas Pendidikan Sepanjang Hidup
Pendidikan luar sekolah didasari oleh empat asas yaitu asas kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi dengan pembangunan masyarakat, dan asas wawasan ke masa depan. Dalam hal ini perhatian lebih ditujukan pada asas pendidikan sepanjang hayat yang relevan dengan topik yang sedang dibahas. Hawes, (Trisnamansyah, 2003: 7) mengemukakan dua puluh karakteristik pendidikan sepanjang hayat, antara lain:
1. Pendidikan sepanjang hayat tidak hanya terbatas pada pendidikan orang dewasa tapi juga meliputi serta menyatukan semua tingkat pendidikan prasekolah, SD, SLTP dan seterusnya. Ini merupakan pandangan pendidikan secara menyeluruh.
Berdasarkan karakteristik di atas maka pendidikan prasekolah telah diakui sebagai bagian dari pendidikan sepanjang hayat. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Worth, W.H. (Cropley, 1999: 43) yang mengemukakan bahwa pendidikan tidak boleh menolak anak di bawah umur enam tahun dan menganjurkan pendidikan anak-anak awal yang disebutnya “Early Ed. Tiga tujuan pokok “Early Ed , yang meliputi perlengkapan stimulasi, membantu pemahaman identitas, dan menciptakan pengalaman sosialisasi yang tepat. Aspek terpenting anjuran Worth ialah pendidikan anak usia dini sebagai fase pertama sistem pendidikan seumur hidup. Ia menyarankan bahwa tujuannya harus memuat pengembangan keterampilan untuk mendayagunakan informasi dan simbol-simbol, meningkatkan apresiasi bermacam-macam mode ekspresi diri, memelihara keinginan dan kemampuan berpikir, menanamkan keyakinan setiap anak tentang kemampuannya untuk belajar, membantu perasaan harga diri, dan akhirnya, meningkatkan kemampuan untuk hidup dengan orang lain. Worth melihat pendidikan anak usia dini meliputi variable yang kompleks dalam bidang kognitif, motivasi dan sosio affektif yang jika berkembang dengan tepat akan menjadi basis pemenuhan diri dalam kehidupan. Dengan demikian Worth mengakui pentingnya pendidikan anak-anak usia prasekolah sebagai salah satu fase pendidikan seumur hidup.
2. Rumah memegang peranan pertama, tajam dan penting dalam memulai proses belajar sepanjang hayat yang terus berlanjut sepanjang kehidupan individu melalui proses belajar keluarga. Dalam keluargalah anak pertama kali mendapatkan pengalaman belajarnya dimana diketahui bersama bahwa keluarga merupakan tempat belajar di luar sekolah. Di dalam kehidupan keluarga ini terjadi interaksi, di dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini (Sudjana, 2001: 63).
3. Pendidikan Luar Sekolah Dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak
Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 28 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal (Taman Kanak-kanak, Raudatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat), jalur pendidikan nonformal (Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, atau bentuk lain yang sederajat), dan/atau jalur pendidikan informal yang berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Oleh karena itu sudah sewajarnya bila peran Pendidikan Luar Sekolah yang mencakup pendidikan nonformal dan informal dalam memberikan pelayanan pendidikan dini kepada anak-anak yang tak memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal.
Pendidikan Anak Usia Dini
Anak usia dini sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa: “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut . Batasan lain mengenai usia dini pada anak berdasarkan psikologi perkembangan yaitu antara usia 0 8 tahun.
Di samping istilah pendidikan anak usia dini terdapat pula terminologi pengembangan anak usia dini yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan atau pemerintah untuk membantu anak usia dini dalam mengembangkan potensinya secara holistik baik aspek pendidikan, gizi maupun kesehatan (Direktorat PADU, 2002:3).
Pertumbuhan sering dikaitkan dengan kata perkembangan sehingga ada istilah tumbuh kembang. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan merupakan bagian dari perkembangan. Namun sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh, misalnya bertambah berat badan, bertambah tinggi badan, bertambah lingkaran kepala, bertambah lingkar lengan, tumbuh gigi susu, dan perubahan tubuh yang lainnya yang biasa disebut pertumbuhan fisik. Pertumbuhan dapat dengan mudah diamati melalui penimbangan berat badan atau pengukuran tinggi badan anak. Pemantauan pertumbuhan anak dilakukan secara terus menerus dan teratur.
Adapun perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan yang sederhana menjadi kemampuan yang lebih sulit, misalnya kecerdasan, sikap, tingkah laku, dan sebagainya. Proses perubahan mental ini juga melalui tahap pematangan terlebih dahulu. Bila saat kematangan belum tiba maka anak sebaiknya tidak dipaksa untuk meningkat ke tahap berikutnya misalnya kemampuan duduk atau berdiri.
Pertumbuhan dan perkembangan masing-masing anak berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat, tergantung faktor bakat (genetik), lingkungan (gizi dan cara perawatan kesehatan), dan konvergensi (perpaduan antara bakat dan lingkungan). Oleh sebab itu perlakuan terhadap anak tidak dapat disamaratakan, sebaiknya dengan mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (Diktentis Diklusepa, 2003:8).
Pada saat anak dilahirkan ia sudah dibekali tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya pada saat setelah di luar kandungan. Bayi yang baru dilahirkan memiliki 100 miliar neuron dan bertriliun-triliun sambungan antar neuron. Melalui persaingan alami akhirnya sambungan-sambungan yang tidak atau jarang digunakan akan mengalami atrofi. Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan informasi yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut merangsang bertambahnya produksi myelin yang dihasilkan oleh zat perekat glial. Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak synapse yang berarti lebih banyak neuron-neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang membentuk unit-unit. Otak manusia bersifat hologram yang dapat mencatat, menyerap, menyimpan, mereproduksi dan merekonstruksi informasi.
Kemampuan otak yang dipengaruhi oleh kegiatan neuron ini tidak bersifat spontan, tetapi dipengaruhi oleh mutu dan frekuensi stimulasi yang diterima indra. Stimulasi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan hal tersebut sulit diperbaiki pada masa-masa kehidupan selanjutnya. Implikasinya adalah bahwa anak yang tidak mendapatkan stimulasi psikososial seperti jarang disentuh atau jarang diajak bermain akan mengalami berbagai penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut dalam bentuk hilangnya citra diri yang berakibat pada rendah diri, sangat penakut, dan tidak mandiri, atau sebaliknya menjadi anak yang tidak memiliki rasa malu dan terlalu agresif.
Stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan anak tidak akan memberikan arti bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak tidak menguntungkan. Pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara pengasuhan dan pemberian makan serta stimulasi anak pada usia dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak seimbang maupun gizi buruk serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, mereproduksi dan merekonstruksi informasi. Di samping itu, rendahnya derajat kesehatan dan gizi anak akan menghambat pertumbuhan fisik dan motorik anak yang juga berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Gangguan yang terjadi pada pertumbuhan fisik dan motorik anak, sulit diperbaiki pada periode berikutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat yang permanen (Dirjen Diklusepa, Depdiknas: 2002).
Konsep di atas menuntut adanya pengintegrasian aspek psiko-sosial/pendidikan, gizi dan kesehatan dalam proses tumbuh kembang anak atau dengan kata lain anak mendapatkan layanan dasar secara holistik.
Dalam perkembangan anak, pada saat-saat tertentu dapat terjadi kemandegan tugas-tugas perkembangan (discontinuity), misalnya karena sakit, namun setelah masa ini berlalu ada tugas perkembangan yang bisa dikejar dan ada pula yang tidak bisa dikejar sama sekali.
Peranan Pendidikan Luar Sekolah
Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa dari jumlah 26,09 juta anak usia 0-6 tahun, sebagian besar (sekitar 17, 99 juta anak atau 68,9%) belum terlayani dalam pendidikan prasekolah. Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal hanya mampu melayani sekitar 2 (dua) juta anak dari 12,6 juta anak usia 4-6 tahun yang ada.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka sewajarnya bila peran Pendidikan Luar Sekolah yang mencakup pendidikan nonformal dan informal dalam memberikan pelayanan pendidikan dini pada anak-anak yang tak memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal sangatlah penting dan mendesak. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah berupa kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini yang sejenis.
Kelompok bermain adalah salah satu bentuk layanan PAUD bagi anak usia tiga enam tahun, yang berfungsi untuk meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan bagi anak usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya, sehingga siap memasuki pendidikan dasar.
Taman Penitipan Anak adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orangtuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam menagsuh anaknya karena bekerja atau sebab lain.
Satuan PAUD sejenis merupakan bentuk-bentuk layanan PAUD lainnya yang tidak diselenggarakan dalam bentuk taman penitipan anak ataupun kelompok bermain. Satuan PAUD sejenis dapat berbentuk: PAUD dalam keluarga dan berbagai layanan pendidikan lainnya, baik yang bersifat khusus maupun umum yang diselenggarakan bagi anak usia dini.
PAUD Terintegrasi Posyandu atau Pospadu adalah pengembangan dari satuan PAUD sejenis, yang merupakan upaya pendidikan bagi anak usia dini yang dilaksanakan dengan mengintegrasikan pendidikan dengan program posyandu, sehingga anak memperoleh layanan dasar secara holistik/menyeluruh yang mencakup layanan gizi, kesehatan, dan pendidikan.
Peranan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kenyataan bahwa masih banyak anak usia dini yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan tak dapat dipungkiri, terlebih bagi masyarakat kelas bawah yang merupakan sebagian besar penduduk Indonesia yang berada di pedesaan. Hal itu disebabkan antara lain kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak usia dini masih sangat rendah.
Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi dan kesehatan untuk peningkatan kualitas anak, nampaknya jauh lebih baik daripada kesadaran akan pentingnya pendidikan. Hasil penelitian Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun 2001 di wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti yang dilansir oleh Yayasan Kita dan Buah Hati (Jalal, 2002: 13) menyebutkan bahwa pada umumnya masyarakat memandang belum perlu pendidikan diberikan kepada anak usia dini. Hal ini sangat wajar mengingat bahwa pemahaman masyarakat terhadap pentingnya PAUD masih sangat rendah serta pada umumnya mereka berpandangan bahwa pendidikan identik dengan sekolah, sehingga bagi anak usia dini pendidikan dipandang belum perlu.
Lebih jauh Hadis (2002: 25) mengemukakan ada beberapa faktor yang menjadikan penyebab masih rendahnya kesadaran masyarakat di bidang pendidikan anak usia dini seperti: ketidaktahuan, kemiskinan, kurang berpendidikan, gagasan orangtua tentang perkembangan anak yang masih sangat tradisional, kurang mau berubah, masih sangat konkret dalam berpikir, motivasi yang rendah karena kebutuhan yang masih sangat mendasar (untuk survival), serta masih sangat dipengaruhi oleh budaya setempat yang sempit.
Rendahnya tingkat partisipasi anak mengikuti pendidikan prasekolah dapat juga dipengaruhi oleh beberapa hal lainnya seperti: (1) Masih terbatas dan tidak meratanya lembaga layanan PAUD yang ada di masyarakat terutama di pedesaan. Sebagai contoh pertumbuhan TK, KB/RA, dan TPA di perkotaan lebih pesat dibandingkan di pedesaan; (2) Rendahnya dukungan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Fakta menunjukkan (Rosadi, 2002) dari 41.317 buah TK di seluruh Indonesia, 41.092 buah (99.46%) didirikan oleh pihak swasta sedangkan pemerintah hanya mendirikan 225 buah (0.54%). Jumlah TK tersebut tidaklah berimbang dengan jumlah anak yang seharusnya mengikuti pendidikan dini.
Memang berhasilnya PAUD merupakan tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat terutama keluarga yang merupakan penanggungjawab utama dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Peran pemerintah adalah memfasilitasi masyarakat agar mereka dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Upaya pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat antara lain melalui standarisasi kurikulum guna membantu masyarakat mengontrol penyelenggaraan pendidikan agar tidak merugikan peserta didik maupun masyarakat, peningkatan kemampuan profesi dan akademik bagi tenaga kependidikan, peningkatan fungsi keluarga sebagai basis pendidikan anak, serta pengembangan manajemen pembelajaran yang mencakup pengembangan metodologi pembelajaran, pengembangan sarana dan bahan belajar termasuk bacaan anak, pengembangan permainan dan alat permainan serta pengembangan evaluasi tumbuh kembang anak.
Dalam rangka memberikan perhatian secara khusus terhadap anak usia dini yang tidak terlayani pada lembaga formal (TK/RA) maka dibentuklah Direktorat PADU di lingkungan Depdiknas. Kehadiran direktorat ini terutama untuk memberikan layanan, bimbingan dan atau bantuan teknis edukatif yang tepat terhadap semua layanan anak usia dini (di luar TK dan RA) yang ada di masyarakat.
Masyarakat itu sendiri juga perlu meningkatkan peran sertanya secara aktif dalam pelaksanaan, pembinaan, dan pelembagaan pembinaan anak. Untuk itu pemerintah perlu memberdayakan peranserta masyarakat sebagai upaya menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat, dengan cara mengembangkan segala potensi yang dimiliki agar masyarakat memiliki kemampuan sendiri dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Dalam kondisi seperti ini, sinergi antara pemerintah dengan masyarakat sangat diperlukan. Perlu pula diingat bahwa kebanyakan program PAUD masih berjalan sendiri-sendiri, tidak ada sinergi antar program yang ada di masyarakat.
Sinergi berbagai unsur yang berkepentingan dalam pembinaan anak merupakan kunci keberhasilan upaya pembinaan anak. Pemerintah harus memperluas jaringan kemitraan. Jaringan kemitraan merupakan kunci efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan program pendidikan, dimana selama ini tumpang tindih program termasuk pembinaannya, merupakan kesalahan sebagai akibat tidak berjalannya jaringan kemitraan termasuk koordinasi sebagai salah satu komponennya. Di samping itu adanya jaringan kemitraan yang luas di setiap tingkatan institusi masyarakat, mulai dari pusat sampai grass-root, merupakan jawaban atas keberlangsungan suatu program di masyarakat.
Program yang mempunyai jaringan kemitraan memiliki ciri-ciri antara lain tingginya komitmen semua unsur yang terlibat dan tingginya rasa memiliki masyarakat terhadap program yang ada. Kedua ciri ini merupakan komponen terpenting untuk menjamin keberlangsungan suatu program yang pada gilirannya mengarah pada pelembagaan program di masyarakat. Perluasan jaringan kemitraan agar efektif hendaknya diarahkan pada penciptaan situasi kondusif yang menumbuh kembangkan komitmen semua unsur dan kepemilikan oleh masyarakat terhadap suatu program.
Peranan Keluarga dan Lingkungan
Bagi anak usia dini, orangtua merupakan guru yang terpenting dan rumah tangga merupakan lingkungan belajar utamanya. Harus diingat bahwa fungsi PAUD bukan sekedar untuk memberikan berbagai pengetahuan kepada anak melainkan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mengajak anak berpikir, bereksplorasi, bergaul, berekspresi, berimajinasi tentang berbagai hal yang dapat merangsang pertumbuhan sinaps baru dan memperkuat yang telah ada serta menyeimbangkan berfungsinya kedua belahan otak (Jalal, 2002: 15). Oleh karena itu lingkungan yang baik untuk PAUD adalah lingkungan yang mendukung anak melakukan kegiatan tersebut. Selama ini ada anggapan bahwa lingkungan yang baik adalah ruangan yang berdinding putih, bersih, dan tenang. Sebuah anggapan yang keliru karena ruangan tanpa rangsangan semacam itu justru menghambat perkembangan anak.
Memang benar bahwa faktor bawaan juga berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang tetapi pengaruh lingkungan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya. Jika faktor bawaan dimisalkan sebagai dasar maka faktor lingkungan merupakan pengembangannya. Tanpa diperkaya oleh lingkungan, modal dasar tersebut tidak akan berkembang bahkan bisa jadi menyusut.
Jika orangtua karena satu dan lain hal tidak melaksanakan fungsinya sebagai pendidik, fungsi ini dapat dialihkan (sebagian) kepada pengasuh, lembaga pendidikan/penitipan anak, lingkungan atau siapa saja yang mampu berperan sebagai pengganti. Peran pengganti ini dapat dilakukan baik di lingkungan keluarganya (pengasuh) atau di luar lingkungan keluarga (KB, TPA & lembaga PAUD sejenis).
Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak adalah sangat penting. Pengaturan lingkungan yang membuat anak dapat bergerak bebas dan aman untuk bereksplorasi merupakan kondisi yang sangat baik bagi perkembangan anak, anak dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas serta diperolehnya pengalaman-pengalaman baru.

Sumber: http://www.imadiklus.com/2011/11/peranan-pendidikan-non-formal-dalam-pendidikan-anak-usia-dini.html

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS) FIP UNY



Ketua Jurusan PLS
kajur PLS Nama : Dr. Sujarwo, M.Pd.
Alamat Rumah : Negah RT01 RW03 Alastuwo Kebakkramat Karanganyar, Jawa Tengah
NIP : 19691030 200312 1 001
Pangkat/Gol. Ruang : Penata / Lektor III/c
Fakultas : FIP
E-Mail :
Bidang Keahlian :

Sekretaris Jurusan PLS

sekjur PLS Nama : Lutfi Wibawa, M.Pd.
Alamat Rumah : Kedungpoh Kulon RT02 RW02 Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul,
Yogyakarta
NIP : 19780821 200801 1 001
Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda / III/a
Fakultas : FIP
E-Mail : lutfi_wibawa@yahoo.com
Bidang Keahlian :

* VISI
Program studi pendidikan luar sekolah dengan reputasi nasional menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan membelajarkan diri dan masyarakat secara berkelanjutan, berkembang dari akar kemandirian, kreatifitas, kemampuan kewirausahaan dan inovasi social, menuju masyarakat belajar.

* MISI
  1. Membangun masyarakat belajar yang demokratis dan bekelanjutan, dengan mendidik tenaga kependidikan luar sekolah yang memiliki kemampuan membelajarkan diri dan masyarakat secara berkelanjutan, berkembang dari akar kemandirian, kreatifitas, kemampuan kewirausahaan dan inovasi sosial.
  2. Mengembangkan praksis pendidikan luar sekolah yang memberdayakan dan membelajarkan masyarakat secara berkelanjutan menuju tercapainya masyarakat belajar yang demokratis.

* TUJUAN
   Program studi Pendidikan Luar Sekolah bertujuan menghasilkan:
  1. Lulusan tenaga pendidik luar sekolah yang memiliki kemampuan membelajarkan diri dan masyarakat secara berkelanjutan dan berkembang dari akar kemandirian, kreatifitas, kemampuan kewirausahaan serta inovasi sosial, menuju terwujudnya masyarakat belajar.
  2. Praksis pendidikan luar sekolah yang memberdayakan dan membelajarkan masyarakat secara berkelanjutan menuju tercapainya masyarakat yang demokratis.

* SILABUS MATA KULIAH


DAFTAR SILABUS MATA KULIAH PRODI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH T.A. 2011/2012
No
Nama Mata Kuliah
Semester
Keterangan
1
Ilmu Kesejahteraan Sosial Pendidikan
1
2
Pendidikan Orang Dewasa
1
3
Pendidikan Non Formal dan In Formal
1
4
Teori Komunikasi
1
5
Pemberdayaan Masyarakat
3
6
Perencanaan Dan Pengembangan Program PLS
3
7
Teori Orang Dewasa
3
8
Pendidikan Anak Usia Dini
5
9
Pendidikan Pemberdayaan Perempuan
5
10
Pengembangan Kurikulum PNFI
5
11
Pengembangan Media Pembelajaran PNFI
5
12
Teori Pembelajaran PNFI
5
13
Evaluasi Pembelajaran PNFI
7
14
Metode dan Praktek Kesejahteraan Sosial
7
15
Pendidikan Kecakapan Hidup dan Pelatihan Kerja
7
16
Pendidikan Kepemudaan
7
17
Teori Kritis Pendidikan
7

Sumber: http://fip.uny.ac.id/home/index.php?pilih=hal&id=14






























 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Vita S. Mardika - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger